Kultur Sekolah

 Muhammad Andi in'am

12001205

4F (PAI)

MAGANG 1 


A.Kultur Sekolah

Istilah kultur pada mulanya datang dari disiplin ilmu Antropologi Sosial. Apa yang tercakup dalam definisi budaya sangatlah luas. Istilah kultur dapat diartikan sebagai totalitas pola perilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan, dan semua produk lain dari karya dan pemikiran manusia yang mencirikan kondisi suatu masyarakat atau penduduk yang ditransmisikan bersama. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, budaya (cultural) diartikan sebagai pikiran, adat istiadat, sesuatu yang sudah berkembang, sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sukar diubah. Dalam pemakaian sehari-hari, orang biasanya mensinonimkan pengertian budaya dengan tradisi (tradition). Dalam hal ini, tradisi diartikan sebagai ide-ide umum, sikap dam kebiasaan dari masyarakat yang nampak dari perilaku sehari-hari yang menjadi kebiasaan dari kelompok dalam masyarakat tersebut. Deal dan Kent mendefinikan kultur sekolah sebagai keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang menjadi pengikat kuat kebersamaan sebagai warga suatu masyarakat.Menurut definisi ini, suatu sekolah dapat saja memiliki sejumlah kultur dengan satu kultur dominan dan sejumlah kultur lainnya sebagai subordinasi. Sejumlah keyakinan dan nilai disepakati secara luas di sekolah dan sejumlah kelompok memiliki kesepakatan terbatas di kalangan mereka tentang keyakinan dan nilai-nilai tertentu. Stolp dan Smith menyatakan: kultur sekolah adalah suatu pola asumsi dasar hasil invensi, penemuan oleh suatu kelompok tertentu saat ia belajar mengatasi masalah-masalah yang berhasil baik serta dianggap valid dan akhirnya diajarkan ke warga baru sebagai cara-cara yang dianggap benar dalam memandang, memikirkan, dan merasakan masalah-masalah tersebut.Jadi, kultur sekolah merupakan kreasi bersama yang dapat dipelajari dan teruji dalam memecahkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi sekolah dalam mencetak lulusan yang cerdas, terampil, mandiri dan bernurani.

Budiningsih menyatakan dalam suatu organisasi (termasuk lembaga pendidikan), budaya diartikan sebagai tindakan dan norma. Pertama, tindakan yaitu keyakinan dan tujuan yang dianut bersama yang dimiliki oleh anggota organisasi yang potensial membentuk perilaku mereka dan bertahan lama meskipun sudah terjadi pergantian anggota. Dalam lembaga pendidikan misalnya, budaya ini berupa saling menyapa, saling menghargai, toleransi dan lain sebagainya. Kedua, norma perilaku yaitu cara berperilaku yang sudah lazim digunakan dalam sebuah organisasi yang bertahan lama karena semua anggotanya mewariskan perilaku tersebut kepada anggota baru. Dalam lembaga pendidikan, perilaku ini antara lain berupa semangat untuk selalu giat belajar, selalu menjaga kebersihan, bertutur sapa santun dan berbagai perilaku mulia lainnya.

Dalam organisasi sekolah, pada hakikatnya terjadi interaksi antar individu sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing dalam rangka mencapai tujuan bersama. Tatanan nilai yang telah dirumuskan dengan baik berusaha diwujudkan dalam berbagai perilaku keseharian melalui proses interaksi yang efektif. Dalam rentang waktu yang panjang, perilaku tersebut akan membentuk suatu pola budaya tertentu yang unik antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Hal inilah yang pada akhirnya menjadi karakter khusus suatu lembaga pendidikan yang sekaligus menjadi pembeda dengan lembaga pendidikan lainnya.

1.Karakteristik Kultur Sekolah

Kultur Sekolah merupakan budaya sekolah yang dapat memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat sekolah baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif sebagaimana karakteristik kultur tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Moerdiyanto yang menyatakan bahwa Kultur sekolah terdiri dari kultur positif dan kultur negatif. Kultur positif adalah budaya yang membantu mutu sekolah dan mutu kehidupan bagi warganya. Dalam pengertian mutu sekolah dan mutu kehidupan dapat dimaksudkan sebagai mutu yang berhubungan dengan kehidupan yang bernilai moralitas dan agamis masyarakat sekolah. Aktifitas siswa dalam kesehariannya tidak akan lepas dari keterlibatan kultur sekolah pada proses bersikap, berbuat dan memandang bahkan berfikirnya. Mutu kehidupan siswa yang diharapkan adalah siswa yang memiliki prilaku baik dalam sudut pandang etika dan agama. Kultur positif ini akan memberi peluang sekolah beserta warganya untuk membentuk dan maningkatkan kemampuan dan kecerdasan spiritual siswa.

2.Identifikasi Kultur Sekolah

Kotter memberikan gambaran tentang kultur dengan melihat dua lapisan. Lapisan pertama sebagian dapat diamati dan sebagian lainnya tidak diamati.Dari pengelompokan ini maka dapat dipisahkan antara kultur yang dapat dilihat dengan yang tidak dapat dilihat, dan lapisan yang bisa diamati antara lain desain arsitektur gedung, tata ruang, desain eksterior dan interior sekolah, kebiasaan, peraturan-peraturan, cerita-cerita, kegiatan upacara, ritual, simbol-simbol, logo, slogan, bendera, gambar-gambar yang dipasang, tanda-tanda yang dipasang, sopan santun, cara berpakaian warga sekolah. Sedangkan hal-hal di balik itu tidak dapat diamati, tidak kelihatan dan tidak dapat dimaknai dengan segera. Lapisan pertama ini berintikan norma perilaku bersama warga organisasi yang berupa norma-norma kelompok, cara-cara tradisional berperilaku yang telah lama dimiliki suatu kelompok masyarakat (termasuk sekolah). Norma-norma perilaku ini sulit diubah, yang biasa disebut sebagai artifak. Lapisan kedua merupakan nilai-nilai bersama yang dianut kelompok berhubungan dengan apa yang penting, yang baik, dan yang benar. Lapisan kedua ini semuanya tak dapat diamati karena terletak dalam kehidupan bersama. Kultur pada lapisan kedua ini sangat sulit atau bahkan sangat kecil kemungkinannya untuk diubah serta memerlukan waktu yang lama.Kultur sekolah beroperasi secara tidak disadari oleh para pendukungnya dan telah lama diwariskan secara turun temurun. Kultur mengatur perilaku dan hubungan internal serta eksternal. Hal ini perlu dipahami dan digunakan dalam mengembangkan kultur sekolah.

Komentar